Friday 5 October 2012

SEKEPING RINDU UNTUK BUNDA (CERPEN)

SEKEPING RINDU UNTUK BUNDA
Oleh : Deni Aden
https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc6/252502_442388949146235_406626134_n.jpg


Kemarau panjang menyisakan dingin di malam hari,
sunyi malam di pedukuhan kian terasa ketika suara jangkrik semakin bersahut-sahutan,
satu persatu tetangga yang berjamaah sholat di mesjid pulang dan masuk ke rumahnya masing-masing.
Bakda isya di serambi rumah.

“Wandi, ini untukmu, Pakde tidak bisa memberi kamu yang lebih bagus dari ini, ya… lumayan lah untuk dipasang didinding, dan ini sedikit air zam-zam agar diminum Farida dan Yusuf agar jadi anak yang pintar..he..he..” Pakde Tarto memberikan sebuah gambar ka’bah yang telah dibingkai rapih dan siap dipajang. Sebotol plastik kecil air zam-zam dan segenggam kurma kering dalam tas kertas.
 “Terima kasih Pakde,Farida dan Yusuf pasti senang” ucapku dengan nada gembira.
“Wah, Eyang pasti naik pesawat ya ke Mekah?” Farida ikut bicara seraya menerima beberapa butir kurma dan langsung memakannya.
“Oh ya dong Farida..masa naik delman .he..he” jawab Pakde sambil bercanda.
“Eyang, Bunda juga naik pesawat loh..apa Eyang ketemu Bunda?” pertanyaan si kecil Yusuf sedikit merubah raut wajah Pakde, namun dengan segera Pakde Tarto menimpalinya
“ Oh ngak, Bunda kamu itu sedang kerja, jadi Eyang ngak ketemu kemarin,,”
Yusuf hanya terdiam sambil meremas-remas jemarinya. Dari wajahnya, tampaknya dia tidak puas dengan jawaban Pakde Tarto. Pakde Tarto hanya sekejap saja, ia segera pamit dari kami.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pakde Tarto baru saja pulang menjanlankan ibadah umroh dari tanah suci, seperti biasanya, Pakde Tarto selalu memberikan oleh-oleh buatku dan dua anakku kalau pulang bepergian jauh. Aku sudah menganggap Pakde seperti Ayahku sendiri. Pakde adalah kakak dari almarhum ibu mertua yang meninggal karena syock saat terjadi gempa bumi dahsyat yang memporak porandakan Yogyakarta bagian selatan  lima tahun lalu.

Di selatan Yogyakarta yang sepi, di sebuah Dukuh di Bantul yang jauh dari keramaian aku tinggal bersama dua buah hatiku, Farida dan Yusuf.  Farida baru saja naik kelas 3 di Sekolah Dasar tak jauh dari rumahku, adiknya, Yusuf,  masih berusia hampir 5 tahun dan baru masuk Taman Kanak-Kanak.

Kami tinggal bertiga di sebuah rumah bantuan pemerintah yang belum  berlangit-langit, rumah-rumah di kampung kami hampir sembilan puluh persen rata dengan tanah saat gempa, rumah kami sangat sederhana,  namun kami merasa nyaman disini, masyarakatnya ramah-ramah dan yang terpenting dekat dengan mesjid dan madrasah agar Farida dan Yusuf mengenal agama sejak kecil.

Sejak 3 tahun lalu, Riyanti, istriku tercinta pergi meninggalkan kami bertiga untuk mengais rezeki di negeri nun jauh di tanah Arab, di Thaif, sebuah kota di Saudi arabia. Sejak saat itu pula aku harus menggantikan posisi Riyanti bagi kedua anakku. Membuat sarapan pagi, mencuci pakaian, menemani bermain, mengajari mengaji  hingga membantu mengerjakan pelajaran sekolah. Kehadiran Riyanti sangat berarti ketika anak-anak sakit, demam atau ketika sangat merindukannya.

Awalnya aku tak mengizinkan riyanti bekerja sebagai tenaga kerja wanita, karena akulah yang paling bertanggung jawab memberi nafkah untuk istri dan anak-anakku, namun rupanya aku tak bisa menolak lagi ketika suatu hari Riyanti menangis seraya meminta izin agar bisa membantu meringankan beban hidup kami.

“Mas Wandi, izinkan aku untuk bisa membantu meringankan beban keluarga, izinkan aku untuk pergi mencari nafkah untuk kita dan anak-anak kita, aku titip Farida dan Yusuf” Itulah kata-kata terakhir yang Riyanti ucapkan sebelum dia pergi ke Arab.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Musibah gempa Yogyakarta yang dahsyat, menyisakan kepedihan tersendiri bagiku, aku harus rela menerima takdir sebelah kakiku lumpuh akibat terkena reruntuhan tembok gapura di depan rumah yang roboh akibat getaran gempa. Hingga saat ini, aku tak bisa melakukan pekerjaan berat, jalanpunharus dipapah dengan penyangga badan. Saat ini, aku hanya bisa bekerja sebagai pegawai administrasi di kelurahan.

Aku menikahi Riyanti 10 tahun lalu, dulu aku jatuh hati kepadanya ketika aku menjalankan tugas KKN di Dukuh ini, aku kuliah di sebuah perguruan tinggi terkenal di Yogyakarta, saat itu Riyanti baru lulus SMA dan mondok di sebuah pondok pesantren tradisional di dukuh ini, orang tuaku sendiri tinggal di Lampung. Aku memutuskan menikahi Riyanti karena kelemah lembutan sikap dan kesahajaanya. Gadis desa yang periang namun sopan dalam bertutur. Aku mencintainya, hingga saat ini.

Gambar ka’bah yang indah aku pasang di dinding ruang tamu, warnanya yang terang seolah-olah menerangi ruang tamu yang sempit dengan sinar lampu yang temaram, sebuah foto kami berempat 4 tahun lalu saat si kecil berusia satu tahun,  terbingkai indah, terpasang didinding dan sedikit berlapis debu,  aku pindah di dekat gambar ka’bah. Pandanganku terhenti ketika kulihat gambar ka’bah yang seras hidup, tiba-tiba aku teringat senyuman lembut istriku,
 “Riyanti, aku merindukanmu..” gumamku dalam hati.

Entahlah, malam ini aku sangat merindukanya, tiba-tiba perasaan ini muncul,menyeruak dalam dadaku, senyum tulus yang selalu tersungging dari bibirnya terbayang jelas dimataku, betapa dia sangat sabar dan penuh kasih sayang  saat aku mendapat musibah dulu, selama hampir tiga bulan aku  tergolek lemas hingga aku harus ikhlas dengan keadaanku saat ini.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Ayah bisa bantu Farida mengerjakan PR Matematika? susah nih..”
Suara Farida yang tiba-tiba mengagetkanku.
Aku segera bergegas ke ruang tengah membantu menyelesaikan PRnya farida, sementara Yusuf sudah teridur di sofa depan televisi, entahlah hati ini tiba-tiba nelongso melihat Yusuf  tertidur, rupanya dia sedang merindukan ibunya. Ditangannya menggenggam mainan robot pemberian ibunya yang di paket tiga bulan lalu dari Arab Saudi.
Malam semakin larut, angin malam yang menerobos lewat sela-sela jendela nako terasa dingin mengantarkan kami pada sebuah kerinduan, kerinduan kepada Riyanti nun jauh di negeri seberang.

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Pagi hari masih terasa dingin, namun penduduk disini sudah beraktifitas mendahului ayam jantan berkokok, masing-masing sudah menyiapkan diri menyambut datangnya mentari dengan mempersiapkan diri untuk bekerja,  nyambut gawe orang sini bilang.

Anggukan dan sapaan ramah para tetangga yang hilir mudik di depan rumahku, adalah pemandangan indah yang selalu aku rasakan setiap hari, inilah kehidupan di kampung, masih kental tepo seliro nya.

Sedari pagi Yusuf sudah mandi dan berpakain seragam, padahal jarum pendek masih diangka enam, Yusuf tampak semangat sekali dengan baju seragam dan tas kecil di punggungnya, dia tampak gagah, aku jadi teringat saat aku masih kecil dulu, mungkin seperti inilah.

“Yusuf, sepagi ini kau sudah berpakaian seragam nak..ada apa nih?”
tanyaku mengagetkannya. Dia tampak kikuk karena aku menyapanya drai belakang, Yusuf berdiri di halaman sambil menatap ke langit.
“Ayah, Yusuf sedang nunggu Bunda..” jawabanya membuatku tercengang.
“Tadi Yusuf lihat Bunda di pesawat, Yusuf mau nunggu Bunda disini, kemarin saat Bunda telpon Bunda bilang kalau Bunda mau pulang naik pesawat..” lanjutnya sambil terbata-bata, upanya dia kangen dengan ibunya. Dari sudut matanya tampak dia berkaca-kaca.
“Yusuf sayang, Bunda pasti pulang, tapi tidak sekarang..pokoknya Bunda pulang bawakan Yusuf mainan yang banyak” jawabku menghiburnya.
“Ayah..Yusuf kangeeen sama Bunda..” tiba-tiba dia berhenti dan memelukku sambil terisak-isak menangis. Hatiku luruh, begitu rindunya dia  kepada ibunya. Aku peluk erat tubuhnya yang mungil. Ku belai rambutnya dan ku usap air matanya yang terus mengalir dari sudut matanya.
Hatiku semakin nelongso, terbayang jelas dalam benakku, sosok Riyanti yang sedang bekerja membanting tulang, memeras keringat untuk kami.
“maafkan aku Riyanti, maafkan suamimu..aku tak bisa membahagiakanmu..” gumamku dalam hati.
“ayah, Yusuf pingin ketemu Bunda, main sama Bunda dan ingin diantar sekolah sama Bunda..” entah perasaan apa yang berkecamuk didadanya, Yusuf terus bergumam kangen dengan Ibunya.
“ya nak, kita tunggu waktunya ya..sekarang Yusuf siap-siap sekolah aja ya” aku segera mengalihkan pembicaaran agar tidak terlalu larut dalam sedih. Segera ku gendong Yusuf sambil kukecup keningnya. Dia tampak terdiam.
“nanti ayah kasih tahu Yusuf ya, kalau ada pesawat lagi, Yusuf mau lihat Bunda dari sini, ada Bunda di pesawat”  Yusuf berkata terbata-bata.
“Ya Allah, Ya Tuhanku, maafkan hamaMu ini, aku terima takdirku seoerti ini, merawat dan membesarkan  kedua buh hatiku, berilah kebahagiaan dan kesehatan yang prima untuk istriku yang sedang berjihad untuk kami, berilah panjang umur untuk kami bisa bertemu lagi, engkau maha tahu segalanya, kabulkanlah Ya Allah”
Kupanjatkan do’a adalam hati, Riyanti kami merindukanmu…..

( seorang suami yang mencintaimu)

MENUJU BAITULLAH


     http://external.ak.fbcdn.net/safe_image.php?d=AQCizvEguDgluNCC&url=http%3A%2F%2Fi3.ytimg.com%2Fvi%2FVCV30XB6tB4%2Fmqdefault.jpg                           
Munsyid :Deni Aden
Denngan derasnya air mataku
dengan dalamnya kerinduanku
dengan kerasnya ikhtiarku
ku niatkan menuju baitullah

Allah ringankan langkahku
Allah mudahkan jalan hidupku
Allah lapangkan rizkiku
ku niatkan menuju baitullah

Yaa Allah engkau maha suci
maha mendengar kabulkan do’aku
Ya Allah atas kuasamu
 moga kau pilih aku menjadi tamu di baitullah

Ya Allah aku memujimu dengan segala kebesaranmu
Ya Allah aku datang memenuhi panggilan sucimu
 Yaa … Hayyu…    Yaa Fattahu…. Yaa… Rojzaku.. Yaa.. Kowiyu… 

UNTUK DOWNLOAD LAGU NYA KLIK DISINI

DENI ADEN YA BADROTIM













SEBUAH NASYID SHOLAWAT YANG SANGAT MENGINSFIRASI


LIRIK


Ya Badrotim… Ya Badrotim min haaza kulla kamaali…
Ma dza Yu’ab… Ma dza yu’abbiru ‘an ‘ulaa ka maqooli…

Antal ladzii asyroqta fii… fii ufuqil ‘ulaa…
Famahauta bil anwaari kulla dholaali…

Wabikas tanaarol kaunu yaa… yaa ‘alamal hudaa…
Bin nuuri wal in’aami… wal ifdholi…

Shollaa alaikalloohu robb… robbi daaiman…
Abadam ma’al ibkaari wal ashooli… 



kirim

Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Meunang Ngadesain Cep Teten | Orang Sunda Garut Tea